Oleh: Pengurus
Cirebon dalam
sejarah dan budaya, adalah Cirebon
yang berdiri sebagai pusat peradaban dan pemerintahan[1].
Cirebon sebagai
pusat pemerintahan dan kegiatan peradaban tentunya memiliki dan banyak
meninggalkan berbgai benda cagar budaya dan warisan kearifan yang masih bisa
kita nikmati dan pantas untuk dipelajari, diteliti, dan dilestarikan. Salah
satu peninggalan yang patut kita lestarikan dan kita kaji untuk membuka
cakrawala peradaban dan sejarah masa lampau Cirebon adalah naskah-naskah klasiknya yang
kini sedang menunggu sentuhan tangan kita semua.
Saat ini, naskah-naskah klasik Cirebon
dengan berbagai isi dan varianya, tersebar luas di keraton, museum, lembaga
naskah, pengguron, para famili keraton, pesantren, dan tokoh masyarakat dan
bahkan masyarakat umum. Mencermati penyebaran naskah yang sampai ke tangan
masyarakat umum, merupakan perjalanan yang sangat panjang untuk diceritakan.
Tetapi yang pasti, naskah klasik itu masih banyak tersimpan dan belum banyak
tangan-tangan ahli yang menyentuhnya dengan sungguh-sungguh.
Sebenarnya, jika kalangan akademisi mau memusatkan kajian terhadap
naskah, maka ruang dan kesempatan masih terbuka amat sangat lebar dan leluasa.
Dari naskah-naskah Cirebon
yang ada, baru beberapa naskah babad atau sejarah saja yang agak mendapatkan
perhatian kalangan akademisi dan peneliti. Naskah-naskah lain masih terlantar
dan perlu mendapatkan perhatian kajian, agar semangat dan muatan sejarah Cirebon tidak saja berpaku
pada naskah-naskah babad, tapi juga naskah lainnya. Karena memahami keutuhan
informasi masa lalu, selayaknya tidak terfokus pada satu sisi catatan riwayat,
tapi bahkan harus dilengkapi juga dengan informasi dari sisi ilmu dan
pengetahuan yang berkembang pada saat itu. Dalam hal ini, sebenarnya telah
didahului oleh Raffles dalam bukunya The History of Java. Dan hebatnya,
dalam bukunya itu, Raffles banyak mengutip dari naskah-naskah Nusantara yang
beredar di masyarakat.
Naskah tulisan tangan (baca: manuskrip) dapat dianggap sebagai salah
satu representasi dari berbagai sumber local yang paling otoritatif dan paling
otentik dalam memberikan berbagai informasi sejarah pada masa tertentu. Nakah
merupakan salah satu warisan budaya bangsa di antara berbagai artefak lainnya,
yang kandungan isinya mencerminkan berbagai pemikiran, kearifan local,
pengetahuan, kepercayaan, adat itiadat, serta prilaku masa lalu. Tradisi
penulisan berbagai dokumen dan informasi dalam bentuk manuskrip telah dilakukan
secara besar-besaran di Indonesia[2].
Hal itu dibuktikan denan penemuan naskah-naskah, misalnya di Aceh, Palembang, Banjarmasin,
Batam, Bugis, Bali, Mataram (Lombok), Jogja, Solo, Banten, Sumedang, Tasik, Bandung, Cirebon
dan daerah lainnya. Hal ini terlihat dari banyaknya naskah-naskah yang
ditemukan di berbagai daerah terebut.
Jadi, naskah adalah salah satu kekayaan bangsa yang tidak ternilai
harganya yang ada di bumi Nusantara ini, naskah ini adalah hasil karya para
intelektual masa lampau yang dituangkan ke dalam tulisan-tulisan mereka, dan
dewasa ini telah menjadi sebuah naskah kuno. Di dalamnya tersimpan berbagai
informasi dan pengetahuan-pengetahuan yang dapat dijadikan bandingan dan bahkan
diterapkan dalam kehidupan generasi sesudahnya. Karena itu mengkaji ulang baik
fisik maupun isi dlam naskah, merupakan pekerjaan yang sangat penting dan
mutlak diperlukan. Ilmu yang paling awal yang sangat berperan dalam bidang ini
adalah ilmu filologi, sehingga diharapkan kajian terhadap naskah menjadi lebih
sempurna dan dapat dipakai oleh pengguna dan peneliti lainnya[3].
Khusunya Cirebon, pada hari Selasa-Jumat, tanggal 5-8 Juli 2011,
saya dan kawan-kawan dari Pusat Konservasi dan Pemanfaatan Naskah Klasik
Cirebon, telah menemukan naskah-naskah keagamaan yang sangat mengejutkan dalam
jumlah yang cukup banyak, kurang lebih sekitar 50 (lima puluh) buah naskah[4].
Periode penemuan ini, bisa di bilang, adalah periode yang sangat membahagiakan
bagi kalangan pernaskahan Cirebon
khususnya Lembaga Pusat Konservasi dan Pemanfaatan Naskah Klasik Cirebon.
Lokasi penemuan naskah tersebut berada di Desa Jungjang Blok Ciasem
Arjawinangun Kabupaten Cirebon.
Dan sekarang naskah-naskah hasil penemuan terbaru itu, di simpan di Pusat
Konservasi dan Pemanfaatan Naskah Klasik Cirebon.
Naskah-naskah dapat memberi sumbangan besar bagi studi tentang suatu
kelompok social budaya yang melahirkan naskah-naskah lama itu. Dalam hubungan
itu, naskah-naskah lama merupakan dokumen yang mengandung pikiran, perasaan,
dan pengetahuan dari kelompok social budaya masyarakat pendukungnya.
Naskah-naskah lama juga dapat menjadi bahan studi suatu bangsa atau suatu
masyarakat. Naskah-naskah lama itu dapat memberikan suatu kesaksian yang dapat
berbicara langsung kepada kita melalui bahasa yang tertuang di dalamnya. Oleh
karena itu, lahirnya naskah-naskah lama pada suatu daerah kelompok mayarakat
tertentu sangat erat kaitannya denagan kecakapan baca-tulis serta
kemajuan peradaban masyarakat pendukungnya pada masa lampau[5].
Kita memperhatikan kondisi fisik naskah
klasik Cirebon yang memprihatinkan dan pemanfaatannya yang belum optimal, serta
kurangnya perhatian masyarakat Cirebon terhadap naskah klasik warisan leluhur
yang kaya dengan nilai-nilai seni budaya, kebijaksanaan, keluhuran, kemuliaan,
perhitungan, pengobatan, dan lain-lain terabaikan kurang mendapat perhatian.
Banyak kalangan, terutama penulis sejarah
dan kebudayaan, yang merasa kurang dengan referensi buku-buku yang berbicra
tentang Cirebon. Sejarah Cirebon sendiri belum lengkap dan menyeluruh, apalagi
buku yang menyangkut seni dan budaya Cirebon, baik budaya yang terekam di
tengah masyarakatnya ataupun dalam guratan naskah.
Dan apalagi, sekarang ini berkembang suatu
istilah pemisahan antara Budaya Cirebon
Murni dengan Budaya Cirebon Campuran.
Hal ini juga memerlukan suatu kajian dan penafsiran yang cukup menyita buku
referensi. Dari mana kedua perbedaan itu dapat dipahami sesuai dengan porsinya,
jika buku yang dapat menjadi referensi tentang perbedaan warna kedua budaya belum terbukukan dengan lengkap.
Para penulis tentang Cirebon masih asik
berbicara tentang sesuatu yang telah dibicarakan oleh para pendahulu mereka
tentang hal yang sama dengan pemahaman yang sama pula. Kecenderungan ini masih
kuat, sehingga belum banyak karya-karya yang mengarah kepada pemahaman baru
dalam konteks budaya Cirebon, baik masa lalu atupun masa kini.
Kecenderungan pemahaman yang sama tentang
hal sama, sebenarnya berawal dari kurangnya karya-karya pembanding ilmiyah yang
dapat memberi wawasan baru dan cakrawala luas dalam langit budaya Cirebon.
Permasalahan itu muncul berangkat dari anggapan bahwa makna yang terkandung
dalam kegiatan budaya yang ada persis seperti apa yang diceritakan dalam
buku-buku referensi yang telah mereka baca.
Jadi subtansi kegiatan ini berangkat dari
keinginan untuk menambah wawasan masyarakat Cirebon tentang Cirebon,
memperbanyak referensi tentang Cirebon dalam guratan naskah, dan menambah serta
memperkaya alternatif pandangan baru tentang budaya lama dan kini.
Kegiatan ini, kami mulai sejak tahun 2001,
sebelum Lembaga Konservasi ini mendapat mandat, Surat Keputusan dari Sultan
Sepuh Keraton Kasepuhan. Berbagai masukan dan saran terus mengalir ke lembaga
ini yang pada intinya mereka terus mendukung kegiatan konservasi dan
pemanfaatan ini.
Kegiatan yang selama ini kami lakukan baru
kepada tahap penyusunan buku yang mengacu kepada naskah-naskah tersebut. Akan
tetapi tahapan ini pun sudah menguras tenaga, pikiran, dan waktu. Karena dalam kegiatan alih aksara sendiri kita dituntut
ketelitian dan kesabaran yang penuh dengan memegang teguh prinsip keaslian bunyi naskah aslinya.
[1] Lihat Rokhmin Dahuri dkk, Budaya
Bahari Sebuah Apresiasi di Cirebon, Percetakan Negara RI, 2004, hlm. 61-70.
[2] Lihat Naskah Klasik
Keagamaan Nusantara I Cermin Budaya Bangsa, Departemen Agama RI, Badan
Litbang Lektur Keagamaan, 2005, hlm. 37.
[3] Lihat Naskah Klasik
Keagamaan Edisi Bahasa Bugis, Bali, dan Sunda, Puslitbang Lektur Keagamaan,
Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009, hlm. Iii.
[4] Perhitungan tersebut
berdasarkan proses perapihan, namun belum dilakukan proses registrasi dan imventarisasi.
Jadi jumlah yang sudah ada kemungkinan bertambah atau berkurang.
[5] Lihat Naskah Klasik
Keagamaan Nusantara I Cermin Budaya Bangsa, Departemen Agama RI, Badan
Litbang Lektur Keagamaan, 2005, hlm. 108.
*** Informasi lebih lanjut tentang Naskah Cirebon hubungi 081 322 990 419 atau 081 911 312 907 (Mukhtar)
1 komentar:
naskah cirebon selalu jadi rujukan
Posting Komentar