NASKAH
JUNGJANG (TASAWUF - 01)
01/01/Ts-1/TA/2012 Arab Prosa 236 hlm
Kertas
Eropa 20 x 16,5 cm 14,5 x 9,5 cm 17 baris/hlm
Pengarang
Naskah ini memuat beberapa judul
kitab yaitu: 1. Hlm 10 s/d 24 berjudul Futuhatu al-Ilahiyah ditulis oleh Abu Zakaria Al-Anshori, bidang
Tasawuf. 2. Hlm 26 s/d 80 berjudul Majma’
al-Bahrain ditulis oleh Abd al-Qudus Al-Hanafi Al-Husain, bidang Tasawuf. 3.
Hal 82 s/d 100 berjudul Kasyfu al-Dhulmah fi Bayani Furuqi Hadzihi al-Ummah
ditulis oleh Tajuddin Abu Zakaria Al-Naqsabandi Al-Usmani Al-Abasi, bidang
Tarikh. 4. Hlm 102 s/d 122 berjudul Fathur
Rohman Syarah Risalah Wali Ruslan ditulis oleh Abu Zakaria Al-Anshori, bidang
Tasawuf. 5. Hlm 124 s/d 211 berjudul Al-Hidayah
Li al-Insan Ila al-Karim al-Mannan Syarah al-Hikam ditulis oleh Ali
Al-Bayumi Al-Syafi’i, bidang Tasawuf. Dan Hlm 218 s/d 228 berjudul Ghoyatu al-Ikhtishor Syarah al-Taqrib ditulis
oleh Abu Abdullah Muhammad ibnu Qosim Al-Syafi’i, bidang Fikih.
Penulisan/Penyalinan
-
Futuhatul
Ilahiyah selesai ditulis pada waktu Dhuha (Pagi), bulan Romadhon, tahun
Alif.
-
Majma’ul
Bahrain tidak diperoleh keterangan untuk penulisan kitab ini.
-
Kasyfud
Dhulmah fi Bayani Furuqi Hadzihil Ummah selesai ditulis pada
waktu Dhuhur, bulan Rajab, tahun Alif.
-
Fathur
Rohman Syarah Risalah Wali Ruslan selesai ditulis pada waktu Dhuhur, hari
Kamis, tanggal 3, bulan Ruwah, tanpa tahun, Karang Sana, Kendal.
-
Al-Hidayah Lil Insan Ilal Karimil Mannan Syarah Hikam selesai
ditulis pada waktu ’Isya, Hari Rabu, bulan Romadhon, balad (Kota) Kendal.
-
Ghoyatul
Ikhtishor Syarah Taqrib, tidak ada keterangan penulisan/penyalinan.
Kolofan
-
Futuhatul
Ilahiyah, kolopon, Wa qod farogo min naskhi ha hadza al-kitāb waqt
al-dhuha yaum a(l)-jum’ah syahr romadhon sanah alif, wa sholla a(llah) ‘ala khoir kholqihi muhammad wa
sallam, āmīn, tamm.
-
Majma’ul
Bahrain, tidak ada kolopon untuk Majma’ul Bahrain.
-
Kasyfud
Dhulmah fi Bayani Furuqi Hadzihil Ummah, kolopon, tammat waqta dhuhr syahr rajab sanah alif,
tamm.
-
Fathur
Rohman Syarah Risalah Wali Ruslan, kolopon, tamm al-syarhu bi-hamdi allah wa-’aunihi, wa-sholla allah ’ala-saŷdinā
muhammadin wa-alihi wa-shohbihi wasallama, āmīn dāimāni fi-al-dunya
wa-al-akhiroh,aghfiru allah fi-al-showāb wa-al-khoto’ muhammad rāfi’i, tammat
fi-al-naskhi al-kitāb fathi al-rahmān yaumi al-khomsi waqta dhuhrin fi syahri
aruwah al-hilal tsalast wa-hadza al-kitābu fi baladi kendal fi al-dariy karang
sono wa allah a’lam, shohibu al-kitāb muhammad rāfi’i faqīr haqī.
-
Ghoyatul
Ikhtishor Syarah Taqrib, tidak ada kolopon untuk ini.
Cap
Kertas
Singa Mahkota (Concordia).
Gambaran
Isi
Abu Zakaria
Al-Anshori didalam Futuhatul Ilahiyah
ini menjelaskan tentang garis-garis besar praktek tasawuf, tarekat, dan
landasan-landasannya yang dirangkum dalam sepuluh pasal:
1. Definisi
Tasawwuf dan pokok pembahasannya;
2. Rukun-rukun
Tasawwuf dan Tarek kepada Allah swt;
3. Penjelasan
tentang Tauhid, Iman, dan Islam;
4. Penjelaan
tentang Ilmu Laduni, Ilmu Yakin, meliputi Hakikat, Hak dan asal usulnya;
5. Penjelasan
tentang Ilham, Wahyu, dan Firasat;
6. Penjelasan
tentang Muhadloroh, Mukasyafah, Musyahadah, dan Mu’ayyanah;
7. Penjelasan
tentang Syari’at, Tarekat, dan Hakikat;
8. Penjelasan
tentang sebab-sebab Sa’adah (Kebahagiaan) dan Syaqowah (Kecelakaan);
9. Perasaan
Hati;
10.
Penjelaan tentang Pengambilan
Sumpah, Memakai Pakaian Sufi, dan Talqin Dzikir.
Didalam
pasal 1 Abu Zakaria Al-Anshori menjelaskan tentang rukun-rukun tasawuf dan tarekat
yang terdiri dari sepuluh rukun. Salah satu dari sepuluh rukun tasawuf dan
tarekat itu adalah Pemurnian Tahuhid kepada Allah Ta’ala dengan sebenar-benarnya.
Pada pasal yang ke 10, Abu Zakaria Al-Anshori menjelaskan tentang tata cara
Pengambilan Sumpah yang harus dilaksanakan dalam keadaan suci, baik Syekh
(Mursyid) maupun Murid.
Majma’ul
Bahrain yang ditulis oleh Abdul
Qudus Al-Hanafi Al-Husain memberikan pemurnian Tahuhid yang mengarah pada
Hakikat Segala Ada. Tiada wujud selain Dia. Makhluk
semua adalah dinding, dan kamu adalah dinding; Allah Yang Maha Nyata tidak
terhalang darimu, Dia terhalang darimu olehmu sendiri, dan kamu terhalang
dengan dirimu sendiri, dan kamu terhalang darimu dengan-Nya, maka pisahkanlah
dirimu darimu, maka kamu akan menyaksikan-Nya. Maknanya: Sesungguhnya makhluk
itu hijab dari Allah swt dari melihat mereka dan berhenti beserta mereka.
Berhenti pada mereka menjadi hijab dari Allah swt dan melihat sesuatu bagi
dirinya berada juga sebagi hijab dari Allah swt. Inilah makna ungkapan Syekh: “Allah
Yang Maha Nyata tidak terhalang darimu”, karena Allah swt jalla
wa azza telah menciptakan
makhluk sebagai hijab. Siapa yang berhenti pada makhluk, niscaya
dia terhijab. Siapa yang telah Allah swt kasyafkan
(bukakan) bagi dirinya dari hijab (tirai/dinding) makhluk, dia melihat mereka
dari jejak-jejak kuasa dan kehendak ilahi, maka tidak menjadi hijab makhluk
dari Allah swt, bahkan berjalan alat cermin yang dia dapat melihatnya dengan
cahaya Allah swt, yaitu cahaya ilmu laduni, sesunguhnya mereka menampakan kuasa
dan kehendak. Makna ungkapan Syekh: “dan kamu terhalang dengan dirimu sendiri”,
ketika kamu melihat hakikat wujudmu maka kamu terhalang dengan-Nya. Ketika kamu terpisah dari dirimu, yaitu kamu fana
dengan dirimu dengan sekiranya kamu tidak melihat wujud bagimu beserta wujud-Nya,
bahkan kamu melihat wujudmu adalah dari wujud-Nya, niscaya kamu menyaksikan-Nya
dengan diri-Nya, bukan dengan dirimu. Ketika ini, kamu menjadi Petauhid Sejati yang
benar. Kamu tidak perlu takut ketika kembali terbukanya penutup saat pandangan
terjadi benturan keras. Berbeda dengan orang yang berhenti beserta makhluk, dia
melihat keburukan dan kemanfaatan dari mereka, maka ditakutkan baginya ketika
itu terjadi, aku mohon perlindungan kepada Allah swt dari menyimpang dari
kebenaran. Karena semua makhluk itu hijab dari Allah swt, ketika hijab telah
diangkat niscaya Allah swt nyata. Hal itu ketika berada diujung kerusakan dan
kehancuran saat mata terbelalak, ini adalah umumnya orang mukmin, karena mereka
terhalang dengan makhluk dari Allah swt. Saat hijab terbuka bagi mereka dengan
Allah swt, menjadi berubah apa yang ada pada mereka dari itikad mereka dan
berbalik dalam pandangan mereka, maka ditakutkan atas mereka menyimpang dari
kebenaran, kecuali orang yang telah Allah swt tetapkan hatinya.
Kasyfud Dhulmah fi Bayani Furuqi Hadzihil Ummah yang
ditulis oleh Tajuddin Abu Zakaria Al-Naqsabandi Al-Usmani Al-Abasi memberikan
gambaran paham-paham firqoh (sekte) dalam Islam. Untuk maslah firqoh dalam tasawuf, Tajuddin Abu
Zakaria Al-Naqsabandi Al-Usmani Al-Abasi menulis: Adapun paham Tasawuf itu
terpecah menjadi sepuluh kelompok yang masih berdiri pada jalur kebenaran, yang
sepenuhnya menghadap Allah Ta’ala dan berpaling dari lain-Nya, mereka beritikad
sebagaimana itikad Ahli Sunah wa Al-Jama’ah. Firqoh-firqoh tasawuf yang sepuluh ini adalah al-muhāsibiyah, al-qoshoriyah, al-thofuriyah, junaidiyah, tsauriyah,
al-salhalnah (sahaliyah?), al-hikamiyah, al-rāziyah, al-hafifiyah, dan al-sayāriyah. Adapun firqoh tasawuf yang dianggap tidak benar
menurut Tajuddin Abu Zakaria Al-Naqsabandi Al-Usmani Al-Abasi ada dua, yang
pertama adalah al-hululiyah yang
menganggap Allah Ta’ala itu maujud
pada setiap tempat, berbicara dengan segala bahasa, dan tampak pada setiap
manusia. Firqoh yang kedua adalah al-ibāhiyah, kelompok tasawuf ini
membolehkan (menghalalkan) segala sesuatu dan meninggalkan ibadah pada suatu
waktu. Mereka berkata: ”sebagaimana ibadah tidak bermanfaat, dosa tidak
berbahaya beserta Tauhid dan Makrifat”.
Fathur Rohman Syarah Risalah Wali Ruslan yang
ditulis oleh Abu Zakaria Al-Anshori secara umum sama dengan Majma’ul
Bahrain yang ditulis oleh Abdul
Qudus Al-Hanafi Al-Husain. Bahkan Abu Zakaria Al-Anshori dalam Fathur Rohman lebih sistematis dan teoritis dalam ulasan
pembahasannya. Beliau memberi penjelasan tentang pembagian manusia: Makhluk (manusia) itu terbagi
tiga kategaori; lemah, sehat, dan kuat. Kaum Awam (umum), yaitu para mukmin, Kaum
Khowas (khusus), yaitu para wali, dan Khowasul Khowas (sangat khusus), yaitu
para nabi, bagi mereka sholawat dan salam Allah Ta’ala. Dan Syekh Ruslan
meruntutkanya dengan ungkapannya: Syari’at, dalam naskah yang lain: Maka
syari’at itu untukmu wahai para lemah hingga kamu mencari-Nya ta’ala dari-Nya untukmu
dengan cara kamu mencari-Nya dengan ikhlas dan sungguh-sungguh. Jika tidak,
maka syari’at itu atasmu bukan untukmu. Hakikat itu bagi-Nya ta’ala hingga kamu
mencari-Nya ta’ala dengan-Nya untuk-Nya azza
wajalla, bukan denganmu untuk-Nya dan bukan dengan-Nya untukmu. Sehingga
tak terwaktu, dalam naskah yang lain: tak terbatas, dan bukan dimana (tak
bertempat). Maka syari’at karena adanya itu perintah dengan amal-amal yang baku
baginya itu punya batasan, sebagaimana sholat dua rakaat atau tiga, dan arah,
seperti adanya sholat itu fardlu, sunah, terwaktu, atau tanpa waktu. Hakikat
itu tak terbatas dan tidak ada arah baginya, karena hakikat itu ‘tirai maknawi’
dan karena yang mendirikannya adalah orang yang mengerti Allah (al-‘arif billahi) yang telah melewati
batas-batas (bagian-bagian) kemanusiaan. Karena dia berada dalam Makom Jama
(Makom Bersama Allah), dan dia selamanya mencari Allah dengan Allah untuk
Allah. Maka yang dicariya tak terbatas
karennya (tak terbatas itu adalah) hak Maha Disembah dan yang dicari oleh
‘pendiri syari’at’ (para kaum syari’at/orang
yang menjalankan syari’at) itu terbatas (pahala dan sorga).
Ghoyatu al-Ikhtishor Syarah al-Taqrib yang
ditulis oleh Abu Abdullah Muhammad ibnu Qosim Al-Syafi’i ini tidak selesai,
sehingga pembahasannya baru sampai pada kitab thoharoh (bersuci). Pun didalam dalam kitab thoharoh ini baru sampi pada sunah-sunah wudhu.
Keterangan
Sampul
depan Naskah Jungjang 1 ini berwarna coklat terbuat dari kulit/karton tebal.
Sampul sudah rusak dan dikait dengan lakban putih. Naskah dan sampul sudah
lepas dari penjilidan. Pada halaman depan Naskah ini terdapat tulisan dengan
menggunakan bolpoin yang masih agak baru. Bunyi tulisan itu adalah li afqri al-warā wa-adzli man fi al-qurā
haji hakam al-dīn bin haji mawardī jungjang arjawinangun cirebon (Kitab ini
milik manusia terfakir dan terhina dalam kotanya, Haji Hakam al-Din bin Haji
Mawardi Jungjang Arjawinangun Cirebon). Kalimat tulisan ini memberikan
informasi bahwa sebelumnya naskah ini milik Haji Hakamuddin bin Haji Mawardi
yang berda di Desa Jungjang Arjawinangun Cirebon, Jawa Barat.
Beberapa
halaman naskah bagian depan dan akhir sudah terlepas dari kurasannya. Tulisan
cukup jelas terbaca. Tulisan berwarna hitam dan merah untuk matan, pasal, bab,
dan rubrik baru.
*** Informasi lebih lanjut tentang Naskah Cirebon hubungi 081 322 990 419 atau 081 911 312 907 (Mukhtar)
 |
Gambar Naskah Jungjang (Fikih) |